Museum Rudana didirikan atas dasar idealisme pendirinya, Nyoman Rudana, dimana seni merupakan hal yang universal, sebagai hasilnya, berkontribusi terhadap proses harmonisasi antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), antara manusia dengan manusia (pawongan) serta manusia dengn alam sekitarnya (palemahan) yang tercermin dalam konsep filosofis Bali Tri Hita Karana, dimana seni sangat berperan dalam membantu menyebar luaskan perdamaian, kemakmuran serta rasa persauda-raan di antara umat manusia sedunia.
Obsesi pendirian museum ini diawali saat Nyoman Rudana menyaksikan bahwa begitu banyak hasil karya seni kuno
Bangunan seluas 500 meter persegi ini didirikan di atas lahan seluas 2.500 meter persegi di Kawasan Seni Rudana di Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar,
Museum sendiri dalam runtutan etimologinya berasal dari kata bahasa Latin musee, atau musea, yang artinya ilmu pengetahuan, cahaya yang menerangi serta kekayaan kepada kehidupan. Sejalan dengan perkembangan bahasa, arti kata museum berubah menjadi kata benda yang lebih kongkrit, yaitu gedung penyimpanan benda – benda yang bernilai untuk menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Benda – benda yang ditampilkan di dalam museum tidak diperjual belikan, demikian juga dengan karya – karya seni yang ditampilkan di dalam Museum Rudana. Selain itu, sejalan dengan visi Nyoman Rudana sebagai pendiri untuk mendedikasikan Museum Rudana untuk dinikmati khalayak berbagai kalangan, Museum Rudana merupakan suatu institusi non profit.
Museum Rudana terdiri dari tiga lantai dengan memegang teguh arsitektur serta filosofi
Berlokasi strategis di tengah lintas Ubud, Gianyar danDenpasar, Museum Rudana menjadi destinasi wisatawan di masa sekarang ini, terlebih dengan semakin kondusifnya perkembangan dunia senirupa
Berlogo sama dengan Rudana Fine Art Gallery, yaitu Rama, sang ksatria dalam cerita Ramayana yang sedang menarik anak panahnya, yang melambangkan cinta sejatinya kepada Sinta. Sinta dilambangkan sebagai umat manusia, anak- anak Ibu Pertiwi. Di sini Nyoman Rudana secara simbolis mempersembahkan Museum Rudana untuk Indonesia, dalam skala mikro serta masyarakat dunia dalam skala makro, sebagai sarana belajar bagi bangsa Indonesia dalam memahami dan mengagumi karya bangsanya sendiri, termasuk karya- karya seni agung para seniman di masa lampau. Sedangkan bagi penikmat seni manca negara, Museum Rudana merupakan jembatan yang memberikan benang merah antara sejarah seni rupa
Berbagai karya seni lukis dan seni patung dipamerkan dalam museum ini, baik karya seniman
Di lantai tengah dan bawah dipajang karya seni lukis modern Indonesia seperti lukisan : Affandi (almarhum), Basuki Abdullah (almarhum), Soepono (almarhum), Dullah, Fadjar Sidik, Abas Alibasah, Srihadi Soedarsono, Roedyat, Kartika Affandi, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Made Budhiana, Wayan Darmika dan lain – lain.
Museum ini juga menampilkan karya – karya pelukis asing yang bermukim di Bali, seperti Antonio Blanco (Spanyol), Yuri Gorbachev (Rusia), Jafar Islah(Kuwait), serta Iyama Tadayuki (Jepang).
Acara pembukaan Museum Rudana dilakukan pada tanggal 11 Agustus 1995 sebagai bagian dari peringatan 50 Tahun
Museum Rudana merupakan puncak perwujudan impian Nyoman Rudana dalam bidang seni, yang dipersembahkan untuk rakyat
Museum Rudana, dengan koleksi lebih dari 400 lukisan dan patung, merupakan saksi sejarah perkembangan senirupa khususnya seni lukis di
Dalam perjalanannya, Museum Rudana memposisikan diri sebagai high end museum, yang dikunjungi oleh para tamu VIP dari berbagai Negara, seperti Presiden Cina Jiang Zemin tahun 1995, Presiden Hongaria, Bulgaria, Pakistan, mantan Presiden Amerika Jimmy Carter, Delegasi Dewan Rakyat Cina tahun 2005 dan lain – lain. Selain itu Museum Rudana rutin menggelar pameran baik yang dikaitkan dengan Hari Ulang Tahun nya di bulan Agustus yang selalu dikaitkan dengan HUT
Sebagai upaya memperkenalkan seni budaya Indonesia di manca negara, khsususnya seni lukis Indonesia, melalui Rudana Fine Art Gallery, Nyoman Rudana untuk pertama kalinya menggelar pameran lukisan besar di Jerman Barat (Dusseldorf, Sigbourg) serta di Berlin Barat dan Italia (Roma, Milano, Bergamo) pada bulan Agustus sampai Oktober 1981. Pada tahun 1991, Rudana bergabung ke dalam road show The Great Indonesian Exhibition yang diselenggarakan oleh KIAS (Kesenian Indonesia – Amerika Serikat) secara marathon di enam Negara Bagian yang berbeda di Amerika Serikat.
Setelah Museum Rudana berdiri, maka Nyoman Rudana membawa bendera Museum Rudana mengadakan pameran lukisan di Kuwaittanggal 14 – 24 Pebruari 1997 : Indonesian Arts of Bali Exhibition di Kuwait National Council for Culture, Art and Letters, Kuwait City, menampilkan koleksi lukisan Museum Rudana. Setahun berikutnya, 14 Nopember – 11 Desember 1998 kembali Museum Rudana berpameran di Kuwait mengusung tema Seven Indonesian Figurative Artists Exhibition dengan menampilkan pelukis Widayat,Sudarso, Mohammed, Erica Hestu Wahyuni, I Wayan Darmika, I Wayan Bendi,Abas Alibasah. Pameran diselenggarakan di
Hal ini menunjukkan bahwa seni melampaui batas – batas negara serta agama, dimana seorang Rudana yang beragama Hindu, diterima dengan baik oleh Emir Kuwait dan karya – karya lukis yang berobjek manusia dan alam yang dipamerkannya akhirnya menjadi trend setter dalam dunia seni lukis di Kuwait, mengingat kala itu, hanya lukisan kaligrafilah yang mendominasi dunia seni lukis di kawasan Timur Tengah.
Selanjutnya di tahun 2000, Musuem Rudana dan
Museum Rudana melakukan perhelatan pameran besar di tahun 2007 dalam rangka ulang tahunnya yang ke -12, yang diselenggarakan tanggal 16 Agustus – 1 Januari 2008 Pameran bertajuk Modern Indonesian Masters ini menampilkan karya lukis dari delapan orang maestro seni lukis modern Indonesia serta para Masters in waiting (calon maestro), yaitu : Srihadi Soedarsono, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Sunaryo Sutono, Nyoman Erawan, Made Budiana, Made Djirna, Wayan Darmika. Di samping pameran lukisan, diselenggarakan pula pameran fotografi tanggal 16 – 31 Agustus 2007, bertajuk ‘KEDAMAIAN’ . Ini merupakan sebuah proyek seni fotografi yang melibatkan tiga seniman di tiga benua, yaitu Mohammad Bundhowi (
Nyoman Rudana menciptakan Ksatria Seni Award pada tahun 1999 sebagai wujud darma baktinya kepada para seniman Indonesia yang sudah memberi dukungan penuh kepadanya sehingga mampu mewujudkan cita – citanya dalam mendirikan Museum Rudana dan membesarkan Rudana Fine Art Gallery serta Genta Fine Art Gallery. Ide dasar penghargaan ini berasal dari cerita Ramayana,dengan menarik benang merah dari logo
Penghargaan ini diberikan pertama kali pada 26 Desember 1999 antara lain kepada para almarhum / almarhumah Soekarno, Presiden pertama RI, ibu Hj.Siti Hartinah Soeharto, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, mantan gubernur Bali tahun 1978-1988 yang berjasa dalampelestarian budaya Bali, dan I Gusti Ketut Kobot, pelukis legendaris tradisional Bali. Sedangkan penghargaan kedua diberikan pada tanggal 8 Agustus 2004, kepada Srihadi Soedarsono, Nyoman Gunarsa, Made Wianta serta pelukis Malaysia yang bermukim di Bali, Mrs. Kumari Nahappan atas sumbangsihnya terhadap dunia seni lukis dan seni rupa Indonesia.
Untuk mempertahankan eksistensinya, mutlak bagi Museum Rudana untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, dengan melibatkan masyarakat dan seniman ke dalam aktivitas museum, serta menjalin hubungan baik dengan sesama museum khususnya di Bali,. Untuk itu Museum Rudana menjadi anggota HIMUSBA (Himpunan Museum Bali), dimana Nyoman Rudana merupakan salah satu penggagasnya dan saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat HIMUSBA sedangkan Putu Supadma Rudana, MBA menjadi Ketua III.
Dalam visinya untuk selalu menjadi yang terdepan dalam kancah senirupa Indonesia serta menjadikan dirinya sejajar dengan museum- museum besar di dunia, Museum Rudana terus menerus menjalin network dengan berbagai institusi museum internasional, terlebih melihat posisi Bali, sebagai salah satu sentra pariwisata di Asia tenggara, berpotensi menjadi satu titik jaringan museum di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar